Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan merupakan perangkat wawasan yang
digunakan sebagai landasan berpikir dalam menentukan strategi, metode, dan teknik
dalam mencapai target tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pendekatan
juga dapat diartikan sebagai sebuah perspektif atau cara pandang seorang dalam
menyikapi sesuatu.
Jenis Pendekatan dalam Pembelajaran.
Terdapat beberapa hal yang perlu digunakan untuk mengklasifikasi
strategi pembelajaran, antara lain:
1.
Expository dan
Discovery/Inquiry
Pembelajaran telah
diorganisasikan oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa dan siswa
diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, pembelajaran itu
disebut ekspositori. Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa kontinum
tersebut di atas berguna bagi guru dalam memilih metode pembelajaran. Titik-titik
yang bergerak dari ujung kiri sampai ke ujung kanan mengandung unsur-unsur ekspositori
dengan berbagai metode yang bergerak sedikit demi sedikit sampai pada unsur discovery
(penemuan). Dalam kenyataan hampir tidak ada discovery murni, pada umumnya
guru menggunakan dua kutub strategi serta metode pembelajaran yang lebih dari
dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.
Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositori dengan metode ekspositori pula. Begitu pula dengan discovery/inquiry sehingga suatu ketika ekspositori- discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi pembelajaran, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode pembelajaran.
Dari strategi ekspositori, guru dapat memilih metode ceramah apabila ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah atau memilih eksperimen apabila ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Strategi mana yang lebih dominan digunakan oleh guru tampak pada contoh berikut.
a.
Pada
Taman Kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan menyeberang jalan
dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan berdiri pada jalur penyeberangan
dan menanti lampu lalu lintas sesuai dengan urutan warna. Dalam contoh
tersebut, guru menggunakan strategi ekspositori ia mengemukakan aturan umum dan
mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
b.
Dengan
menunjukkan sebuah media film yang berjudul “Pengamanan jalan menuju sekolah”,
guru ingin membantu siswa untuk merencanakan jalan yang terbaik dari sekolah ke
rumah masing-masing dan menetapkan peraturan untuk perjalanan yang aman dari
dan ke sekolah. Dengan film sebagai media pembelajaran, akan merupakan
ekspositori apabila direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa
yang harus diperbuat, siswa diharapkan menerima dan melaksanakan informasi
tersebut. Akan tetapi, strategi itu akan menjadi discovery atau inkuiri
apabila guru meminta anak-anak untuk merencanakan sendiri jalan-jalan dari
rumah masing-masing. Strategi ini akan menyebabkan, anak berpikir untuk dapat
menemukan jalan yang dianggap terbaik bagi diri masing-masing. Tugas tersebut
memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum siswa sampai pada
penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin siswa perlu mengujicobakan penemuannya,
kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap kurang baik.
Dari contoh sederhana tersebut dapat dilihat bahwa suatu strategi yang diterapkan
guru, tidak selalu mutlak ekspositori atau discovery. Guru dapat mengombinasikan
berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai suatu tujuan.
2.
Discovery dan
Inquiry
Discovery (penemuan) sering dipertukarkan
pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan) penemuan adalah proses mental
yang mengharapkansiswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses
mental, misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, dan membuat kesimpulan.
Konsep, misalnya bundar, segitiga, demokrasi, dan energi. Prinsip, misalnya
“setiap logam apabila dipanaskan memuai”. Inquiry, merupakan perluasan
dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam).
Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi
tingkatannya. Misalnya, merumuskan masalah, merancang eksperimen, melaksanakan
eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
Penggunaan discovery dalam
batas-batas tertentu baik, untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry
baik untuk siswa-siswa di kelas yang lebih tinggi. Salah satu bentuk discovery
yang disebut Guided Discovery (discovery terbimbing), guru
memberi beberapa petunjuk kepada siswa untuk membantu siswa menghindari jalan
buntu. Guru memberi pertanyaan atau mengungkapkan dilema yang membutuhkan
pemecahan-pemecahan, menyediakan materi-materi yang sesuai dan menarik, serta
meningkatkan kemampuan siswa untuk mengemukakan dan menguji hipotesis. Secara berturut-turut
langkah discovery terbimbing sebagai berikut.
a.
Adanya
problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dalam pertanyaan atau
pernyataan.
b.
Jelas
tingkat/kelasnya (misalnya SMP kelas III).
c.
Konsep
atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis
dengan jelas.
d.
Alat/bahan
perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan.
e.
Diskusi
sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.
f.
Kegiatan
metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep
atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
g. Proses berpikir kritis perlu dijelaskan
untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam
kegiatan.
h.
Perlu
dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada
kegiatan yang dilakukan siswa.
i.
Ada
catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan
atau tak berjalan sebagaimana mestinya.
Adapun langkah-langkah inquiry
sebagai berikut.
a. Menentukan masalah.
b. Pengumpulan data untuk memperoleh
kejelasan.
c. Pengumpulan data untuk mengadakan
percobaan.
d. Perumusan keterangan yang diperoleh.
e. Analisis proses inquiry.
3.
Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Sejak dulu cara belajar ini telah ada, yaitu bahwa dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa. Hanya saja kadar(tingkat) keterlibatan siswa itu yang berbeda. Jika dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan berpusat pada siswa (student centered).
Siswa pada hakikatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas maka kewajiban gurulah untuk memberi stimulus agar siswa mampu menampilkan potensi itu, betapa pun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya sehingga siswa memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep, serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses pembelajaran seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.